Berita Terbaru
Loading...
Rabu, 26 Januari 2011

Ketika Azan Memenggil

Rabu, Januari 26, 2011



     Hari meranggas petang, para pe...kerja mulai meninggalkan tempat kerjanya. Bis-bis kota dan metro mini sarat penumpang berhenti dibanyak halte dan persimpangan. Wajah-wajah lelah terlihat menuruni tangga bis kota.

Sukardi, siap menghadang wajah-wajah lelah ini di perempatan Rawa Badak, Tanjung Priok. Pria bertubuh tinggi besar, berkulit gelap dengan sorot mata tajam, serta dilengkapi topi "baretta" yang menahan teriknya matahari Jakarta, menantikan mereka di atas sadel sepedanya.

Ia telah pernah bekerja pada sebuah pabrik kaca milik investor Jepang di bilangan Pulo Gadung, Jakarta.
Pekerjaan itu digelutinya selama empat tahun. Namun kini ia harus meninggalkan pekerjaannya itu, karena ia pernah absen beberapa lama, karena sakit yang dideritanya. Karena itulah ia di-PHK. Perusahaan tak mau rugi, tak mau pula menanggung biaya kesehatan ... maka PHK-lahjalan keluarnya.

Pak Sukardi siap menerima kenyataan ini, karena keyakinannya telah tertempa oleh nilai Islam yang diyakininya. "Saya yakin, rejeki mah Allah yang ngatur ..."
Berangkat dari keyakinan yang tulus itu, serta menyadari keterbatasannya yang tidak lulus sekolah dasar, ia banting stir ke usaha yang tak pernah ia impikan sebelumnya: menjadi pengemudi ojek!

Keyakinan dan usaha itumemang membuahkan hasilnya, "Setiap hari paling sedikit saya bisa mengantongi tujuh ribu perak.
Alhamdulillah, bisa untuk makandan membiayai anak-anak ..." Ia mempunyai empat orang anak. Yang paling besar di SLTA, dua orang di SLTP, yang paling kecil masihdi SD. "Sekarang ini, kalau kita nggak kuat mendidik anak dengan agama, gawat! Banyak sekali gangguannya. Kita sering dengar ada anak gadis hamil duluan sbelum nikah. Na'uzu billah min zalik! Itu kesalah orang tuanya yang tidak mendidik dengan pelajaran agama."

Kiranya Pak Sukardi benar, arus kejahiliyahan memang tengah merayap di sela-sela kehidupan kita. Arus itu melilit dan meracuni semua lapisan sosial dengan segala perwujudannya. Tidak hanya meracuni si kaya, tapi juga si miskin. Pak Sukardi tak ingin terlindas arus itu. "Saya tanamkan Islam pada anak-anak melalui pengajian dan halaqoh di Masjid, dan saya "ngasih" contoh pada mereka. Misalnya kalau sholat subuh, kita bangunkan mereka, kita ajak ke masjid ..."

"Habis, kita hidup ini untuk apa sih kalau bukan untuk ibadah. Tidak kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada Ku.
Jadi semua hidup kitaini untuk ibadah. Bekerja ibadah, belajar ibadah, pokoknya semua lah! Untuk apa hidup di dunia ini kalau cuman bergelimang harta tanpa tujuan yang jelas? Dan kekurangan material bukanlah halangan untuk memilih tujuan hidup yang benar dan pasti!"


Keyakinan itulah yang agaknya terpatri kuat dalam jiwa tukang ojek kita ini. Maka ketika azan memanggil, ia tak menyia-nyiakan waktu untuk tetap berada dalam tujuan utama hidupnya. Ia bergegas pulang ke rumah menunaikan kewajibannya di masjid dekat rumahnya."Kalau ngedenger azan terus kita belum sholat, rasanya nggak enak, kayak punya utang saja. Hati gelisah, pengennya mau pulang melulu ...padahal lagi ada penumpang."

"Kenapa mesti pulang segala Pak? Bukankah masjid di sekitar Tanjung Priok ini banyak, di setiap jalan ada masjid?""Bukan begitu ... celana saya kotor, baju juga bau keringet ...Masak mau "ngadep" Alloh, pakai celana dan baju kotor? Sedangkankalau mau ngadep Pak Lurah aja, kita rapih, ya nggak?"

Pak Sukardi sudah menganggap, ibadah baginya merupakan kebutuhan. Ia merasa punya beban jika kewajiban terhadap Alloh belumditunaikan. Tidak hanya itu saja, ia bahkan berusaha mendirikankewajiban tersebut dengan cara yang terbaik. "Pernah ada temansaya yang "ngetawa'in" dan ngejek saya, karena saya pakai payungwaktu "narik" di siang bolong. Waktu itu bulan Ramadhan. Sayadiamkan saja. Habis, dari pada saya batal puasa karenakepanasan?" ceritanya tentang pengalamannya menarik ojek di bulansuci Ramadhan. "Saya menyayangkan teman-teman saya yang tidakpuasa di bulan Ramadhan. Padahal kita bisa ngatur waktu untukmenjaga dan mempertahankan puasa kita. Misalnya kalu narik dibulan Ramadhan, sebaiknya dari pagi sampai sekitar jam sebelasanlah, jangan lebih. Habis itu kita pulang, sholat Zuhur, tidur dirumah sampai Ashar. Habis Ashar kita bisa narik lagi sampaimalem. Itu 'kan nggak terlalu menguras tenaga? Kita bisa tetappuasa, udah gitu dapet rejeki lagi. Alhamdulillah, selama sayanarik ojek ini, saya nggak pernah "bolong" puasa, bukannya nyombong nih!"

Pernah suatu hari ia mendapat penumpang, dan sudah menjadikebiasannya ia selalu mengajak ngobrol orang yang memerlukanjasanya. Pembicaraan berkisar pada soal hujan yang sudah lamatidak turun, entah bagaimana tiba-tiba orang itu mengatakan bahwaberkat kecanggihan, teknologi sekarang hujan sudah bisa dibuat.Pernyataan ini langsung disergah oleh Pak Sukardi. "Hujan mah,biar gimana, buatan Alloh, Pak! Manusia nggak bisa bikin hujan.Kita jangan sombong dengan ilmu pengetahuan kita, sebab kalaudibandingkan dengan ilmunya Alloh, ilmu kita mah nggak ada artinya. Kita manusia cuma bisa berusaha, Alloh yang menentukan. Kitaaja yang ngaku-ngaku bisa bikin hujan buatan, padahal semuanya dari Alloh."

begitu saja. Ia selalu menyelipkan da'wah nilai-nilai Islambarang sepatah dua patah kata. "Kita ini harus mengajak manusiake jalan Alloh. Kita ummat Islam semua ini, adalah da'i. Balighu'anni walau ayah. Sampaikan dariku walau hanya satu ayat, begitukata Nabi Muhammad."ketika ditanya tentang aktifitas keislamannya, dan dari mana ia memperoleh bahan-bahan yang up-to-dateuntuk berda'wah, ia mengatakan:" Saya tiap malem Selasa, selalu ngaji di Masjid Al-Mukaromah diJalan Mangga. Saya pergi sama anak saya yang di SMA, pakai sepedaini. Alhamdulillah, sepeda ini disamping bisa untuk nyari duit,juga bisa dipakai untuk pergi ngaji ...."

Hari-hari pak Sukardi adalah sepeda dan da'wah, keringat danibadah. Sebuah fenomena yang menyejukkan yang dapat kita saksikan di tengah gemuruhnya "pemurtadan" dan pendangkalan aqidah dimana-mana.***

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan tulis pertanyaan, Kritik dan saran anda.